Friday 28 October 2011

Absurd 16

Siang hari, di warung yang biasa dijadikan tempat makan.

Mbak2: Iiiih, sebel dech..
Bungs: Kenapa?
Mbak2: Negara ini nggak adil. Masa adanya hari Sumpah Pemuda doang. Yang buat pemudinya mana?
Bungs: Tenang aja. Adil kok. Cuma waktunya aja nggak sama...
Mbak2: Maksud mas?
Bungs: Nanti, tanggal 22 Desember kan ada Hari Ibu. Dan nggak ada Hari Bapak. Impas kan?
Mbak2: -______________-"

Monday 24 October 2011

Pesan dari Teman

Maaf, sedang tidak mau menulis. Silakan tinggalkan komentar Anda setelah tanda titik.

Saturday 15 October 2011

Satu Sisi #2

Lelah itu menyapa. Hangat. Kubalas dengan senyuman..
Hai.
Lama kami bercengkerama. Ia tampak akrab dan dekat.
Maklum, beberapa hari terakhir ia sering berjumpa denganku.
Aku bercerita tentang apa-apa saja yang kulakukan hari ini.

***

Ah, gitu aja dipamerin, ujarnya menimpali ceritaku.
Biasa aja dong. Tuh, di luar sana. Ada banyak yang berkarya lebih banyak dari kamu, bungs.


Aku diam sebentar.
Kulontarkan protes bahwa aku tak pamer.
Aku sungguh ingin bercerita dan itu benar adanya!
Dia terkekeh.

Bungs, kamu tau tidak? Mereka itu berkarya dalam diam. Mereka tak ambil pusing untuk publikasi. Mereka hanya melakukan itu tanpa memikirkan apakah kerjaan mereka dilihat orang atau tidak. Itu yang membuat mereka lebih baik daripada kamu.

Kenapa mereka melakukan itu, banyak hal itu, tanpa peduli orang lain tau? Toh, tidak ada salahnya orang lain tau. Orang lain jadi bisa menghargai kerjaan mereka. Orang lain jadi bisa kasih tau ke orang lain tentang baiknya kerjaan mereka. Selain itu, orang lain juga jadi bisa bantu jika mereka mengalami kesusahan. Ya kan? Kenapa?

Karena mereka melakukan itu dengan cinta, bungs. Mereka adalah amatir di bidangnya. Sungguh sungguh amatir.

Tunggu! Amatir katamu? Mengapa amatir itu lebih baik daripadaku?

Ya, mereka amatir. Mereka tidak profesional, yang mengerjakan sesuatu karena profesi dan untuk uang. Mereka bukan profesional, yang mengejar materi keduniawian. Mereka adalah amatir, yang melakukan pekerjaan itu atas dasar cinta. Mereka suka melakukan pekerjaan itu meski kebanyakan orang tak suka karena tak ada uangnya. Merekalah para pekerja terbaik di dunia ini.

Bullshit. Mana ada orang seperti itu di dunia ini. Kita ini butuh materi untuk hidup. Dari mana kita dapat kalo bukan dari kerja?

Betul. Tapi ingatkah kau siapa yang memberi materi di dunia ini? Dialah Yang Maha Mengatur dan Memenuhi kebutuhan setiap mahkluknya. Jika engkau percaya, mengimani sepenuh hati, dan mencintai-Nya, apalagi yang engkau khawatirkan tentang kehidupan di dunia ini? Bungs, jika engkau mengejar materi, takkan ada cukupnya. Engkau akan terus mengejar, mengejar, dan mengejar, meski engkau lelah dan tubuhnya mengeluh memohon untuk engkau berhenti.

Tapi, bukankah itu lumrah. Kita bekerja, kita capai, dan sekarang,  aku bisa berbincang denganmu. Bukankah begitu seharusnya?

Ya, kalau kau bekerja untuk materi. Engkau akan seperti ini. Capek, lelah, dan memikirkan apa-apa yang sudah kau lakukan dan materi yang sudah kau peroleh. Berbeda jika kau tak memikirkan materi ketika kau bekerja. Lelahmu akan berbeda dan engkau takkan sempat punya waktu untuk berbincang denganku, karena aku takkan hadir di pikiranmu. Cobalah...

***

Apakah aku seorang amatir?

Saturday 8 October 2011

Have a Nice Trip, Great Man..

Wajahmu adalah satu yang kukenal.
Generasi patrilineal sebelum ayahku yang mulai bisa kuhafal.
Kisah hidupmu tak banyak kudapat.
Hanya bisa kusimak dari sesepuh dengan khidmat.

Mereka berkata engkau adalah orang yang sangat berarti.
Perjuanganmu untuk agama dan bangsa nan tak kenal henti.
Engkau imam bagi mereka.
Satu tokoh yang juga jadi pemuka.
Panutan bagi mereka yang perlu tuntunan.
Pengampu bagi mereka yang butuh perlindungan.

Engkau adalah juga kontroversi.
Yang teguh dengan prinsip dan keyakinan diri.
Namun engkau buktikan kepada kami,
Itu semua kau lakukan dengan hati.
Mungkin kami tak bisa menjadi harapanmu.
Termasuk aku, cucu lelaki pertamamu.
Tapi kami semua mencintaimu..

Kemarin, adalah bukti betapa engkau dicintai.
Rumahmu didatangi orang sehari semalam tanpa henti.
Membuktikan kepadaku bahwa engkau adalah juga milik mereka dengan sah.
Bukan hanya kami, yang mewarisimu dalam daging dan darah.
Beberapa tokoh pemerintahan, belasan teman sejawat, puluhan makmum, dan tak terhitung orang-orang yang meluangkan waktu memberikan salam mereka untukmu.
Aku dan mereka mungkin tak menangis, tapi kami tau batin kami tersedu haru.

Maafkan aku yang tak sempat menjengukmu di Ramadhan taun lalu. Maafkan aku yang tak bisa menjadi generasi idamanmu. Maafkan aku untuk segala sikapku yang kurang berkenan terhadapmu.

Selamat jalan, mbah Dalari. Semoga engkau tenang di sisi-Nya, semua amalmu diterima, dan semua dosamu diampuni.
Semoga kami menjadi anak-cucumu yang mampu menjadi tambahan amalan bagimu..

Kami semua mencintamu. Juga kehilanganmu.
Innalillahi wa inna ilaihi roojiuun.


Published with Blogger-droid v1.7.4